Senin, 23 Februari 2009

STORY OF TANGKUBAN PERAHU (1)












Pernah dengar kisah legenda seorang anak yang jatuh cinta pada ibunya yang awet muda? Kemudian demi menolak lamaran sang perjaka that happened to be anak kandungnya, si Ibu yang bernama Dayang Sumbi mengajukan satu syarat yaitu minta dibuatkan satu perahu yang maha besar. Sangkuriang, nama si anak itu, tentu saja sanggup. Orang sakti,kooq. Satu bulan? Satu minggu? Ternyata tidak, saudara-saudara! Satu malam! Yak! Harus selesai dalam satu malam saja!
Tapi Sangkuriang pantang mundur! Dengan dirinya sebagai kontraktor dan mandor sekaligus serta para dedemit dan jin sebagai pekerjanya, ia segera berusaha menyelesaikan pekerjaannya. (Mungkin lagu backgroundnya adalah lagunya Ami Search : Demi cintaku padamu... Ke gunung kuikut denganmu.. Walau harus kubuat ..prahu semalam...):P



Singkatnya, perahu hampir selesai menjelang subuh. Sang Bunda yang melihat kecepatan pekerjaan anaknya ini kagum sekaligus takut. Nggak mungkin kaan, kawin dengan anak sendiri? Incest lah namanya. Dikutuk Allah selamanya dan bisa celaka atau cacat ntar keturunannya.

Karena itu, wanita yang pintar ini, berkolaborasi dengan orang sekampung lalu memukul alu penumbuk beras sehingga membangunkan ayam-ayam jago jadi mereka berkokok. Soo.. jadilah ramai seolah-olah hari sudah subuh.

Para pekerja jin and sebangsanya yang teken kontrak hanya sampai Subuh, mendengar dan mengira bahwa Subuh telah datang dan mereka pergi meninggalkan pekerjaannya yang belum jadi ( Heran, jin koq bisa ketipu, ya? Apa nggak cek and recek dulu? ) Atau mungkin menurut saya, si Sangkuriangnya yang menyuruh berhenti kerja karena mengira hari sudah pagi. Mungkin saja, kan, karena Sangkuriang juga manusia.

Tapi tunggu demi tunggu, ternyata pagi baru datang beberapa jam kemudian. Marahlah si Sangkuriang. Merasa tertipu, dia marah-marah ke Dayang Sumbi dan menendang perahu yang tak bersalah itu hingga mendarat di tengah danau dalam keadaan terbalik. Sampai sekarang perahu itu jadi gunung dan disebut Tangkuban Perahu alias Perahu yang terbalik, hehe..

Melihat endingnya, koq mirip dengan kisah Roro Jonggrang yang minta dibangunkan seribu candi dalam semalam kepada Prabu Baka? Hmmm, apakah classically, kalau perempuan mau menolak lamaran seorang laki-laki, maka dia mengajukan persyaratan yang aneh bin ajaib sehingga takkan terpenuhi? Weleh...

Tau begitu,...dulu aku juga melakukan hal yang sama, hehehe...
anak AKABRI disuruh jadi dokter atawa yang dokter disuruh jadi taruna AKABRI? hahaha


Tapi takut juga kalau si pelamar marah. Kalau aku dikutuk jadi patung, bagaimana, hayooo?

Kan si Sulung dan si Bungsu nggak ada, hehehe..

Selasa, 17 Februari 2009

WISE WORDS


Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah
Maka cita-cita itu pun kupersempit lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.
Namun tampaknya hasrat itu pun tiada hasilnya.
Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa kuputuskan untuk merubah keluargaku, orang-orang yang dekat denganku.
tapi celakanya, mereka tak mau diubah...

Dan kini...
sementara aku berbaring saat ajal menjelang,
tiba-tiba kusadari "andaikan yang kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan mungkin aku bisa mengubah keluargaku, lalu berkat aspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku.
Kemudian siapa tahu bahkan aku bisa merubah dunia.


Tertulis di sebuah makam:
1100M. Westminster Abbey, Inggris.

Taken from:
Power of Soul Seorang Penyembuh





Westminster Abbey

Minggu, 08 Februari 2009

Mangga Nyali






Beberapa hari yang lalu, baru saja kutulis; di kala rinai hujan aku memandangi mangga-mangga yang bergelantungan di pohon manggaku. Eeeeh, mulai hari ini sudah nggak bisa lagi.



Pagi ini, ketika sedang menikmati dinginnya silir angin bersama keluarga, tiba-tiba terdengar orang uluk salam, “Misi, Bu.. Salam Lekooom!" Dengan mengerutkan dahi karena merasa agak terganggu blogwalkingku, maka aku ke kamar tamu dan menjulurkan kepala dari pintu.. Seorang laki-laki setengah baya menengokkan kepalanya di pagar dan dengan berusaha tersenyum ramah dia bertanya, "Bu, mangganya mau dijual?" Hah? Mangga? Aku melihat ke atas, sebetulnya sayang sekali, aku kan mau ngasih tetangga. Dari buku yang kubaca (eh, seperti kata-kata tokoh Helen yang di sinetron. Tapi memang betul, sih) bahwa bila kita mempunyai buah yang menjuntai ke tempat tetangga atau dilihat tetangga, maka tetangga berhak mendapatkan walau sedikit dari buah-buah itu. Namun, karena ada kendala bagaimana mengambil buah-buahan tersebut, maka belum bisa terlaksana.



Mau beli berapa, Pak” tanyaku membuka tawaran
Terserah Ibu mau jual berapa?”, tawarnya balik.
Weleh! Aku kan bukan bakul mangga, dan karena yang lebih piawai dalam bertawar menawar ria adalah Hubby, jadi kuputuskan untuk mengatakan, ”Sebentar, saya bilang suami saya dulu, ya Pak.” dan aku lari ke dalam untuk bilang kepada Masku ”Mas, ada yang mau beli mangga, tuh!”.
Mas yang sedang tiduran di panggung sambil nonton TV menoleh, ”Mau dibeli berapa?”.” "Katanya terserah kita, Mas.” kataku mengingat jawab si penawar mangga tadi. ”Terserah Mama, mau dijual berapa?” tawar suamiku. ”Ah, Papa saja deh, aku kan nggak bisa kaya begini. Biasanya Papa, kan?” ”Ah, mama saja.” ”Nggak, Papa saja deeh,” aku berusaha membujuk, sebetulnya sih alesan originalnya karena males make jilbab, males ngadepin laki-laki lain kalo di rumah, dan males pake aksi saling julur kepala seperti tadi.
Tiba-tiba si Bungsu lewat. “Mas, bilang sama Bapak yang di depan, mau nggak mangganya dihargai seratus ribu?” Eeeh, ternyata si Bungsu magel juga kaya ibunya. Persis!
Akhirnya pilihan jatuh pada Si Sulung yang diam-diam menyelinap ke kamarku dan main internet gantikan aku, :P ” Kak, kalau jadi jualan mangganya, maka uangnya buat Kakak” janji Papanya anak-anak.
Si Sulung yang dasarnya patuh (dan pinter cari keutungan, hihi), melaksanakan sesuai dengan instruksi Komandan.
Setelah, eyel-eyelan, maka Si Sulung keluar dan mengatakan ”Kata Papa saya seratus ribu, Pak”. Ketika ditawar, maka sesuai dengan pesan babenya, si Sulung bersikeukeuh, ” Ya, kalau nggak mau nggak papa, deh, Pak
Menghadapi jurus Tahan Harga warisan Pendekar Kudus yang Jago Nawar, akhirnya si penawar mangga menyerah.
Eh, si Penawar memberikan panjer, lho, ke anakku. So, jadilah kami jualan mangga hasil kebun sendiri..
Sesuai janji, maka uang panjer dan kelak sisanya akan menjadi milik si Sulung. (seratus ribu! Senengnya dia. Rasanya sudah hasil kerjanya aja, deh). Hehehe..

So, moral of my hubby’s decision is :” Siapa yang berani nyali, maka doi yang dapat duit hasil jualan mangga,” hahaha…
Masa siiih?

ikutan kampung blog

Hari ini aku ikutan pengen jadi penghuni Kampung Blog buat meluaskan wawasan dan cakrawalaku dalam blog mengeblog. Waktu masuk, dikasih HTML. Aku nggak tahu, taruh HTML di mana, ya.. Halaman saya? Halaman yang mana? Ya udah di sini aja, hehehe

Hallo? karena saya baru nih, jadi nggak tahu. :"> asli, malu juga sich. Tapi kan kalo nggak usaha kan nggak tahu kita gagal atau nggak? So.. here it is.. ;)


KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Jumat, 06 Februari 2009

Tapi sayang, kan sekarang lagi...


Hujan rinai dengan rajinnya menyirami tanah Bekasi dengan rata. Berdiri di depan jendela dengan sedekap menahan dinginnya udara malam yang menggigit, kupandang langit malam yang gelap.., jalan-jalan tampak sepi, dedaunan basah,kebun basah,mangga-mangga yang bergelantungan di pohon di kebunku juga basah, pot-pot daun kuping gajah miniku kelihatan semakin mengilat terkena kilatan lampu taman. Hidungku menempel kaca jendela yang dingin. Mas sedang dinas di Bali. Pa kabar, ya dia? Kangen gak sih, Mas? hmmm..
Teringat hujan dan Mas, aku ingat waktu masih zaman PDKT dulu. Hmm, my memories takes me back to that old times..
1986. Ketika itu belum banyak rumah di sekitar rumahku yang punya telepon rumah sehingga bila aku ingin menelpon sang kekasih hati, ya musti rela lari ke kampus PTIK yang jaraknya +- 200 meter dari rumah MbahPutri. Dan setelah sampai, jangan harap bisa berlega hati dulu kalau kita bisa langsung bertelepon ria, coooz, becoooozz.. yang antri berderet, mpok!! Dari mbakyu Inem yang mau nelpon Mas Ujang, sopir Bu Dian; sampai mahasiswa-mahasiswa PTIK yang berjuang menelpon calon Bhayangkarinya..ciiii...^_^!
Akhirnya, aku sampai juga di dalam box telpon yang sudah hilang kaca bawahnya itu. Sambil memandangi dinding flat B yang penuh coretan-coretan nomer-nomer-telpon-nggak-tahu-punya-siapa, aku memutar telpon yang sangat kuhapal..xx0414.Belum diangkat.. Uh, kalo nggak sudah DIPAKSA janji untuk telpon dia, manalah aku mau telpon cowok. (Dengan suara dan Gaya banci: “Idiih, emang kita cewek apaaaan?”)
Setelah dua kali dering, terdengar suara berat di sana.(Suara doi!!) Dengan suara jantung yang mendadak terdengar menabuh-nabuh telinga, kujawab sapanya” Halo, Mas?” sesudah basa-basi sana sini dan lain lain, maka mulai deh perdebatan tentang cinta. Yang disana berusaha mengkampanyekan arti cintanya, sementara yang disini mempertanyakan kesungguhan realisasi janji politikcintanya.
-“ Sungguh, Es! Aku tuh sayang sama kamu! Walau hujan badai kan kutempuh, walau lautan api 'kan kuseberangi, aku akan ke tempatmu!” deklarasinya.
-“ Ya kalau gitu sekarang dong ke tempatku!” sahutku keras dan cepat dengan nada satu pitch di atas pekikan Mariah Carey.
-” Tapi, Es..” terdengar suaranya bingung dan panik ” sekarang disini ’kan lagi ujan gerimis...!!!!”..
Hah??? GubrakkkKK!!!